Laman

Minggu, 08 Desember 2013

Kejelasan Regulasi Telematika Pengaruhi Iklim Investasi (contoh kasus telematika)



Bak punguk merindukan bulan, seperti itulah kondisi telematika di Indonesia. Pasalnya, hingga kini belum ada satu ketentuan perundangan yang mendukung bisnis dan investasi di bidang telematika ini. Akhirnya, tidak jarang pelaku usaha berjalan tanpa regulasi yang jelas.

Dalam pelantikan Deputi Menteri Negara Komunikasi dan Informasi (Menneg Kominfo) beberapa waktu lalu di Jakarta, Syamsul Muarif mengatakan bahwa sebagai sebuah bidang yang relatif baru, dunia telematika Indonesia saat ini seperti belantara yang belum ada aturannya.
Berkaitan dengan hal itu, Syamsul menyatakan bahwa pihaknya berupaya agar bagaimana hutan belantara ini menjadi hutan yang produktif. "Untuk itu, sektor telematika ini  perlu dibangun dengan pola kemitraan," cetus Syamsul.
Syamsul mengakui bahwa jajaranya saat ini masih memiliki banyak keterbatasan dan kelemahan. Karena itu, perlu dibangun suatu stategi yang jitu, terutama dalam membangun kerjasama dengan dunia bisnis dan masyarakat.
"Tidak ada pilihan lain selain membangun kemitraan dengan berbagai pihak terkait," ujar syamsul. Menurutnya, perlu dibangun kerjasama dengan seluruh lembaga terkait baik dalam dan luar negeri. Terutama, dalam memanfaatkan dan mengembangkan telematika untuk e-government.
Dana yang dibutuhkan untuk membangun e-government tidak sedikit. "Tidak mungkin pemerintah menyediakan dana yang demikian besarnya untuk membangun fasilitas tersebut," tambah Syamsul.
Membuka iklim investasi 
Ashwin Sasongko, Deputi Bidang Telematika Kementerian Komunikasi di hari pertama kerjanya (26/11) mengemukakan keinginannya untuk membuat iklim investasi di sektor telematika ini menjadi sehat dan berkembang.
Pola investasi dimaksud dapat dilakukan dengan berbagai cara. Misalkan saja investasi langsung atau membuat satu kerjasama dengan luar negeri. Ambil contoh, dalam pembuatan stasiun televisi.
Setelah TVRI, baru beberapa tahun kemudian bermunculan stasiun televisi. Setelah itu dibuka seluas-luasnya bagi para investor untuk menanamkan modalnya. "Mestinya di sektor telekomunikasi atau telematika juga dimungkinkan," kata Ashwin kepada hukumonline.
Kemudian masalah pelaksanaan e-government juga menjadi salah satu target dari kementerian Kominfo. "Kemarin, Pak Syamsul berharap agar e-government diselenggarakan untuk mempercepat proses-proses pemerintahan," tegas Ashwin. 
Ashwin berpendapat bahwa tidak ada salahnya kita meniru Singapura. Caranya, dengan membuat suatu target untuk membuat sistem pemerintahan menjadi otomatis. Misalkan saja untuk suatu proses-proses pemerintahan menjadi otomatis kurang dari dua puluh empat jam untuk pembuatan KTP, paspor, proses perizinan, dan lain-lain.
Lebih susah merevisi
Telematika sebagai satu teknologi yang relatif baru terkadang tidak selalu mudah untuk diimplementasikan dalam konteks hukum Indonesia. Dengan adanya teknologi, ini memungkinkan bisnis baru lainnya bermunculan.
Mengutip pendapat rekannya dari Malaysia dalam penyusunan cyberlaw, Ashwin berpendapat bahwa merevisi suatu peraturan lebih sulit jika dibandingkan dengan membuat satu peraturan baru.
Aswhin menambahkan bahwa masalah regulasi atau peraturan merupakan hal ketiga yang menjadi prioritas dalam Kementerian Kominfo. Sampai dengan hari ini, beberapa institusi sedang melakukan revisi peraturan perundangan.
Menyinggung masalah tersebut, Ashwin berpendapat bahwa Kementerian Kominfo dapat berperan dalam membuat pertaturan-peraturan turunan yang berkaitan dengan teknologi informasi. Misalkan saja mengenai penyelesaian sengketa suatu transaksi elektronik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar